Kewenangan Peradilan Agama untuk Mengadili Perkara Perbuatan Melawan Hukum dalam Sengketa Ekonomi Syariah
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji latar belakang pemikiran dari
kewenangan Peradilan Agama untuk mengadili perkara perbuatan
melawan hukum dalam sengketa ekonomi syariah dan hal yang menjadi
pertimbangan hakim dalam menentukan kewenangan mengadili perkara
perbuatan melawan hukum dalam sengketa ekonomi syariah.
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan model
penelitian normatif. Penelitian dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau
data sekunder. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode kualitatif.
Analisis ini dilakukan dengan mengklasifikasi, membandingkan, dan
menghubungkan untuk selanjutnya disusun secara sistematis sesuai alur
pembahasannya.
Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1)
Kewenangan Peradilan Agama khususnya mengenai ekonomi syariah pada
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Pertama atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah bentuk jawaban
pemerintah untuk memenuhi kebutuhan akan hadirnya lembaga peradilan yang
menangani sengketa yang timbul dari aktivitas ekonomi syariah dengan
berdasarkan hukum Islam. Pengaturan ini merupakan bentuk produk hukum
responsif karena mencerminkan rasa keadilan dan memenuhi harapan masyarakat.
Mengenai sengketa dengan dasar perbuatan melawan hukum dalam ekonomi
syariah belum diatur dalam KHES sehingga pengaturan dalam KUH Perdata dapat
dijadikan sumber hukum materiil karena secara substantif masih sesuai dengan
konsep Al Fi‟lu Al Dhar dan Al Maqashid As syariah. (2) Pertimbangan hakim
dalam menentukan kewenangan mengadili Peradilan Agama terhadap perkara
perbuatan melawan hukum dalam sengketa ekonomi syariahadalah bahwa orang
dan/atau badan hukum yang menjadi pihak dalam sengketa telah mengikatkan diri
dalam suatu hubungan hukum yang berdasarkan prinsip syariah dan perbuatan
melawan hukum tersebut memiliki kaitan erat atau sebagai akibat adanya
hubungan hukum tersebut.