Show simple item record

dc.contributor.authorFandi, Hermawan
dc.date.accessioned2023-08-11T02:56:38Z
dc.date.available2023-08-11T02:56:38Z
dc.date.issued2022-01-13
dc.identifier.citationAbdullah M, Gunawan J (2012). Dispepsia. CDK-197, 39 (9): 647-651. Adi Setiadi, 2016, Sediaan Obat Tradisional di Indonesia, Jakarta. Anggraini, F. (2015). Efek Kombinasi Minyak Atsiri Bangle (Zingiber purpureum Roxb) Dan Jahe Merah (Zingiber officinale var. rubrum) Sebagai Antibakteri Terhadap Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli. Hlm. 6- 7 (Skripsi Diterbitkan). Asmino, (1995). Pengalaman Pribadi dengan Pengobatan Alternatif, Airlangga University Press, Surabaya. Bodeker, G. (2000). Indigenous medical knowledge: the law and politics of protection. Oxford: Oxford Intellectual Property Research Centre Seminar in St. Peter’s College. Dewoto, H. R. (2007). Pengembangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi Fitofarmaka. Jakarta: Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 205–211. John M. Echols dan Hassan Shadily. (2000). Kamus Inggris Indonesia An English Indonesian Dictionary. Jakarta : PT. Gramedia. Khairiyah N, Anam S, Khumaidi A. (2016). Studi Etnofarmasi Tumbuhan Berkhasiat Obat Pada Suku Banggai di Kabupaten Banggai Laut, Provinsi Sulawesi Tengah. GALENIKA Journal of Pharmacy. 2 (1) : 1 – 7 Kandowangko, Y. N. (2011). Kajian Etnobotani Tanaman Obat Oleh Masyarakat Kabupaten Bonebolango Provinsi Gorontalo. Gorontalo : Universitas Negeri Gorontalo. 59 Levita, Jutti. Sumiwi, S.A; Pratiwi, T.I; Ilham, Ekky; Sidiq, SP; Moektiwardoyo, Moelyono.. Pharmacology Activities of Plectranthus scutellarioides (L.) R.Br Leaves Extract on Cyclooxygenase and Xanthine Oxidase Enzymes. Journal of Medical Plants Research. Universitas Padjadjaran: Bandung. 2016. Vol 10(20), 261-269 Miller, K. (2010). Organizational Communication: Approaches and Processes,6th edition, Belmont. CA, Wadsworth Publishing Company. Moektiwardoyo, (2014). The Potential of Dewa Leaves (Gynura pseudochina (L) D.C) and Temu Ireng Rhizomes (Curcuma aeruginosa Roxb.) as Medicinal Herbs for Dengue Fever Treatment. Journal Procedia Chemistry. Mohamad Rauf Amin, Windardi, Rahayu, dan Rustiami, 2006. Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan obat oleh masyarakat lokal Suku Muna di Kecamatan Wakarumba, Kabupaten Muna, Sulawesi Utara. Biodiversitas, 7(4):333-339. Muktiningsih, Mochamad Arief Soendjoto. 2001. Review tanaman obat yang digunakan oleh pengobat tradisional di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bali, dan Sulawesi Selatan. Media Litbang Kesehatan, 11(4):25. PPieroni, A., C. Quave, S. Nebel, dan M. Heinrich. 2002. Ethnopharmacy of the Ethnic Albanians (Arbereshe) of Northern Basilicata, Italy. Fitoterapia. 73(3): 217- 241. Sosrokusumo, P. (1989). Pelayanan Pengobatan Tradisional di Bidang Kesehatan Jiwa. Dalam: Salan, R., Boedihartono, P. Pakan, Z.S. Kuntjoro, danI.B.I. Gotama (ed.). Lokakarya tentang Penelitian Praktek Pengobatan Tradisional. Badan Penelitian 60 dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ciawi, 14-17 Desember 1988. Sulaksana, J., & D. I. Jayusman. (2005). Keji Beling : Mencegah dan Menggempur Batu Ginjal. Cetakan I. Penebar Swadaya. Jakarta. Wasito, H. 2011. Obat Tradisional Kekayaan Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Zulpakor Oktoba. (2017). Studi Etnofarmasi Tanaman Obat Untuk Perawatan Dan Penumbuh Rambut Pada Beberapa Daerah Di Indonesia. Departemen Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran.id_ID
dc.identifier.urihttps://dspace.umkt.ac.id//handle/463.2017/3348
dc.description.abstractEtnofarmasi meliputi penelitian identifikasi, klasifikasi, kategorisasi kognitif terhadap bahan alam yang digunakan guna penyembuhan (etnobiologi), pembuatan sediaan farmasi (etno farmasetika), penentuan aktivitas tertentu dari suatu sediaan (etnofarmakologi), serta aspek sosio kedokteran akibat pemakaian sediaan tersebut (etnomedisin). Obat tradisional sendiri dibagi menjadi tiga yaitu, jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Harsberger merupakan tokoh yang mencetuskan istilah etnobotani atau etnofarmasi untuk pertama kali. Tujuan penelitian untuk mengetahui manfaat tanaman dan mengetahui tanaman yang paling sering digunakan sebagai obat dan bahan pangan oleh suku Kutai di Desa Muara Kaman Ulu Kabupaten Kutai Kartanegara Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tanaman yang berkhasiat obat di masyarakat Suku Kutai di Desa Muara Kaman Ulu terdapat ada 30 spesies dari 24 famili dan paling banyak dimanfaatkan ialah aracaceae dan fabaceae. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Kutai di Desa Muara Kaman Ulu sebagai obat yaitu daun, buah, batang, akar dan getah yang dimana paling banyak digunakan ialah daun dengan persentase 46,66%, buah 26,66%, batang 13,34%, akar 10%, dan paling sedikit bagian yang digunakan ialah getah atau karet dengan persentase 3,34%. Cara mengolah tumbuhan pada masyarakat Suku Kutai di Desa Muara Kaman Ulu sehingga menjadi obat dengan persentase yang lebih dominan ialah dengan cara direbus lalu diminumkan sebanyak 66,66%, dikunyah lalu dimakan 13,33%, dimandikan 3,34%, dihaluskan lalu dioleskan 13,33%, dan yang paling sedikit dibakar lalu dihirup 3,34%. Kata Kunci : Studi Etnofarmasi, Obat Tradisional, Suku Kutai, Desa Muara Kaman Uluid_ID
dc.language.isoidid_ID
dc.publisherUniversitas Muhammadiyah Kalimantan Timurid_ID
dc.subjectStudi Etnofarmasiid_ID
dc.subjectObat Tradisionalid_ID
dc.subjectSuku Kutaiid_ID
dc.subjectDesa Muara Kaman Uluid_ID
dc.titleStudi Etnofarmasi Tumbuhan Berkhasiat Obat pada Suku Kutai di Desa Muara Kaman Ulu Tenggarong Kalimantan Timurid_ID
dc.title.alternativeEthnopharmacy Study of Medicinal Plants in The Kutai Tribe in The Village of Muara Kaman Ulu Tenggarong, East Kalimantanid_ID
dc.typeSkripsiid_ID


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record