dc.identifier.citation | Abdullah M, Gunawan J (2012). Dispepsia. CDK-197, 39 (9): 647-651. Adi Setiadi, 2016, Sediaan Obat Tradisional di Indonesia, Jakarta. Anggraini, F. (2015). Efek Kombinasi Minyak Atsiri Bangle (Zingiber purpureum Roxb) Dan Jahe Merah (Zingiber officinale var. rubrum) Sebagai Antibakteri Terhadap Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli. Hlm. 6- 7 (Skripsi Diterbitkan). Asmino, (1995). Pengalaman Pribadi dengan Pengobatan Alternatif, Airlangga University Press, Surabaya. Bodeker, G. (2000). Indigenous medical knowledge: the law and politics of protection. Oxford: Oxford Intellectual Property Research Centre Seminar in St. Peter’s College. Dewoto, H. R. (2007). Pengembangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi Fitofarmaka. Jakarta: Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 205–211. John M. Echols dan Hassan Shadily. (2000). Kamus Inggris Indonesia An English Indonesian Dictionary. Jakarta : PT. Gramedia. Khairiyah N, Anam S, Khumaidi A. (2016). Studi Etnofarmasi Tumbuhan Berkhasiat Obat Pada Suku Banggai di Kabupaten Banggai Laut, Provinsi Sulawesi Tengah. GALENIKA Journal of Pharmacy. 2 (1) : 1 – 7 Kandowangko, Y. N. (2011). Kajian Etnobotani Tanaman Obat Oleh Masyarakat Kabupaten Bonebolango Provinsi Gorontalo. Gorontalo : Universitas Negeri Gorontalo. 59 Levita, Jutti. Sumiwi, S.A; Pratiwi, T.I; Ilham, Ekky; Sidiq, SP; Moektiwardoyo, Moelyono.. Pharmacology Activities of Plectranthus scutellarioides (L.) R.Br Leaves Extract on Cyclooxygenase and Xanthine Oxidase Enzymes. Journal of Medical Plants Research. Universitas Padjadjaran: Bandung. 2016. Vol 10(20), 261-269 Miller, K. (2010). Organizational Communication: Approaches and Processes,6th edition, Belmont. CA, Wadsworth Publishing Company. Moektiwardoyo, (2014). The Potential of Dewa Leaves (Gynura pseudochina (L) D.C) and Temu Ireng Rhizomes (Curcuma aeruginosa Roxb.) as Medicinal Herbs for Dengue Fever Treatment. Journal Procedia Chemistry. Mohamad Rauf Amin, Windardi, Rahayu, dan Rustiami, 2006. Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan obat oleh masyarakat lokal Suku Muna di Kecamatan Wakarumba, Kabupaten Muna, Sulawesi Utara. Biodiversitas, 7(4):333-339. Muktiningsih, Mochamad Arief Soendjoto. 2001. Review tanaman obat yang digunakan oleh pengobat tradisional di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bali, dan Sulawesi Selatan. Media Litbang Kesehatan, 11(4):25. PPieroni, A., C. Quave, S. Nebel, dan M. Heinrich. 2002. Ethnopharmacy of the Ethnic Albanians (Arbereshe) of Northern Basilicata, Italy. Fitoterapia. 73(3): 217- 241. Sosrokusumo, P. (1989). Pelayanan Pengobatan Tradisional di Bidang Kesehatan Jiwa. Dalam: Salan, R., Boedihartono, P. Pakan, Z.S. Kuntjoro, danI.B.I. Gotama (ed.). Lokakarya tentang Penelitian Praktek Pengobatan Tradisional. Badan Penelitian 60 dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ciawi, 14-17 Desember 1988. Sulaksana, J., & D. I. Jayusman. (2005). Keji Beling : Mencegah dan Menggempur Batu Ginjal. Cetakan I. Penebar Swadaya. Jakarta. Wasito, H. 2011. Obat Tradisional Kekayaan Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Zulpakor Oktoba. (2017). Studi Etnofarmasi Tanaman Obat Untuk Perawatan Dan Penumbuh Rambut Pada Beberapa Daerah Di Indonesia. Departemen Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran. | id_ID |
dc.description.abstract | Etnofarmasi meliputi penelitian identifikasi, klasifikasi, kategorisasi kognitif terhadap
bahan alam yang digunakan guna penyembuhan (etnobiologi), pembuatan sediaan
farmasi (etno farmasetika), penentuan aktivitas tertentu dari suatu sediaan
(etnofarmakologi), serta aspek sosio kedokteran akibat pemakaian sediaan tersebut
(etnomedisin). Obat tradisional sendiri dibagi menjadi tiga yaitu, jamu, obat herbal
terstandar dan fitofarmaka. Harsberger merupakan tokoh yang mencetuskan istilah
etnobotani atau etnofarmasi untuk pertama kali. Tujuan penelitian untuk mengetahui
manfaat tanaman dan mengetahui tanaman yang paling sering digunakan sebagai obat
dan bahan pangan oleh suku Kutai di Desa Muara Kaman Ulu Kabupaten Kutai
Kartanegara Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tanaman yang berkhasiat obat di
masyarakat Suku Kutai di Desa Muara Kaman Ulu terdapat ada 30 spesies dari 24 famili
dan paling banyak dimanfaatkan ialah aracaceae dan fabaceae. Bagian tumbuhan yang
dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Kutai di Desa Muara Kaman Ulu sebagai obat yaitu
daun, buah, batang, akar dan getah yang dimana paling banyak digunakan ialah daun
dengan persentase 46,66%, buah 26,66%, batang 13,34%, akar 10%, dan paling sedikit
bagian yang digunakan ialah getah atau karet dengan persentase 3,34%. Cara mengolah
tumbuhan pada masyarakat Suku Kutai di Desa Muara Kaman Ulu sehingga menjadi
obat dengan persentase yang lebih dominan ialah dengan cara direbus lalu diminumkan
sebanyak 66,66%, dikunyah lalu dimakan 13,33%, dimandikan 3,34%, dihaluskan lalu
dioleskan 13,33%, dan yang paling sedikit dibakar lalu dihirup 3,34%.
Kata Kunci : Studi Etnofarmasi, Obat Tradisional, Suku Kutai, Desa Muara Kaman Ulu | id_ID |